Implementasi Sistem Integritas Lokal untuk Mendorong Integritas Publik dan Swasta: Kota Surabaya

"Kota Surabaya berhasil mengkombinasikan Indeks Persepsi Korupsi Tinggi dan Sistem Integritas Lokal Baik. Kota Surabaya bisa menjadi pusat pembelajaran bersama implementasi sistem integritas lokal sebagai strategi baru pemberantasan korupsi di tingkat kabupaten/kota," kata Dadang Trisasongko, Sekretaris Jenderal, Transparency International Indonesia (TII).

Korupsi memiliki dampak sosial, ekonomi, keuangan, politik, yang sangat besar. Ketimpangan pendapatan adalah dampak nyata atas kasus korupsi. Korupsi tidak hanya menghambat akses kelompok tertentu terhadap akses sumber finansial. Korupsi menghambat distribusi kesejahteraan, sehingga kesejahteraan hanya dinikmati oleh kelompok tertentu.

"Korupsi berdampak langsung terhadap praktik bisnis yang adil. Sebanyak 1 dari 10 responden survei mengaku kalah tender karena kompetitor melakukan suap. Biaya penyuapan mencapai 6.5% total biaya tahunan, " kata Wahyudi M Tohar, Manajer Program Tata Kelola Ekonomi, Transparency International Indonesia (TII).   

Dalam upaya mengefektifkan pemberantasan korupsi pemerintah mentargetkan CPI sebesar 50 di akhir 2016. Corruption Perception Index (CPI) merupakan indikator yang digunakan oleh banyak negara untuk menilai efektivitas pemberantasan dan pencegahan korupsi. Skor CPI berada pada rentang 0-100. 0 berarti sangat korup, 100 berarti sangat bersih.

Transparency International Indonesia (TII) melakukan pengukuran CPI di level kota secara reguler. Dan, mendorong implementasi Sistem Integritas Lokal (SILOKA) untuk mengefektifkan upaya pemberantasan korupsi di level lokal. Implementasi SILOKA diharapkan diharapkan dapat mendorong implementasi Sistem Integritas Nasional (SIN) sebagai strategi untuk mencapai target CPI di tingkat nasional.

"Indeks Persepsi Korupsi 2015 untuk Kota Surabaya sebesar 65. Dengan skor tersebut Indeks Persepsi Korupsi 2015 Kota Surabaya bersih. Capaian IPK Surabaya tinggi didukung oleh sistem integritas lokal bekerja. Masing-masing pilar sistem integritas lokal memiliki kapasitas, efektivitas, tata kelola, dan peran yang tinggi." ungkap Wisnu Wibowo, Kaprodi Magister Ilmu Ekonomi, Universitas Airlangga.

Pilar sistem integritas lokal terdiri dari Kepala Daerah, Birokrasi, Legislatif, Penegak Hukum (Pengadilan, Kepolisian, dan Kejaksaan),  Lembaga Kuasi Negara (Komisi Informasi dan Ombudsman), Lembaga Audit Negara, dan Lembaga Non Pemerintah.